Fenomena Selfie sekarang lagi trend-trendnya didunia. Trendnya seakan-akan membuat suatu fenomena aneh, dimana kebanyakan orang rela berkorban habis-habisan demi menghasilkan selfie yang bagus, walaupun nyawa taruhannya. Sebulan lalu saya melihat berita ini, tentang seorang pendaki gunung yang jatuh ke kawah gunung karena nekat selfie di puncak gunung yang seharusnya dilarang. Beberapa orang rela mengocoh uang yang banyak untuk bermain ke cafe mahal bersama teman-temannya dan berselfie demi mendapatkan foto selfie yang membuktikan bahwa ia pernah ke kafe mahal. Anehnya, fenomena ini malah menjadi trend, bukannya membuat seorang menjadi aneh mereka malah senang melakukannya, dan ini terkadang membuat saya sedikit resah melihatnya.
 |
| google.com |
Bagi beberapa orang, memang berselfie ria adalah sebuah kesenangan, terutama anak muda. Saya juga sebe
narnya menikmatinya. Tetapi untuk beberapa selfie saja, kalau berlebihan, saya sedikit resah juga. Masalahnya bukanlah saya anti foto-an tetapi karena adanya fenomena selfie ini membuat saya setiap jalan-jalan bersama teman-teman saya merasakan kejanggalan dan sedikit jengkel, bagaimana tidak, setiap jalan, setiap kaki berjalan, selalu berselfie, ada tempat bagus, selfie lagi, ada tempat bagus untuk berfose, selfie lagi. Untuk narsis saya setuju, saya juga merasa senang ketika saya memposting foto saya di media sosial tetapi ketika fenomena selfie ini sampai merenggut kesenangan saya menikmati jalan-jalan, wah! saya jengkel dah. Makannya terkadang saya merasa jengkel melihat anak muda yang membawa tongsis, eye fish, bahkan
go pro kemana-mana. Apalagi kalau mereka selfie, mukanya bener-bener dibuat. Demi foto selfie yang bagus, sebagai ajang pamer-pameran sama teman-temannya. Tapi apa arti semua kejadian itu? apa nikmatnya? jujur sebagai petualang, saya sering resah setiap jalan-jalan selalu melihat anak muda yang berselfie ria. Mereka seakan-akan ke tempat wisata hanya untuk foto, bukan untuk menikmati suasananya.
Sebulan yang lalu saya membaca sebuah artikel tentang kertas-kertas berisikan kata cinta di gunung. Kertas-kertas itu berserakan dimana-mana. Tidak ada yang peduli, dan akhirnya diabadikan dalam sebuah foto. Saya jengkel melihatnya, apalagi ditambah dengan penjelasan bahwa kertas-kertas itu ditunjukan untuk foto-foto doang, sehabis itu ditinggal begitu saja di gunung dan menjadi sampah, Kalau saya bertemu anak muda yang berani seperti itu didepan saya di gunung, saya jamin akan membentaknya, biar mampus.
Terkadang anak muda lebih senang kegiatan berselfia ria daripada menikmati pemandangan alamnya, AH! entahlah!