Minggu, 31 Mei 2015

Kehancuran Moral

   Ada kenyataan kehidupan yang selalu pahit jika kulihat dizaman sekarang, ketika aku melihatnya yang kulihat selalu kepedihan hati, tidak ada lagi kesenangan atau kebahagiaan yang bisa kupaksakan untuk keluar. Kenyataan kehidupan yang satu ini selalu membuat diriku pilu dan seketika langsung meneteskan air mata ketika melihatnya secara langsung.

    Pernah aku jalan-jalan bersama teman-temanku sekelas, kami berencana makan di Mall besar setelah bermain-main di pantai. Dan selama di perjalanan itu, ketika kami bertemu lampu merah didepan kami, aku melihat banyak sekali pengemis meminta-minta, yang membuatku sedih adalah pengemis itu merupakan anak kecil. Mereka meminta-minta dengan tangan mungilnya, ditambah dengan ekpresi memelas mereka yang membuatku sedih melihatnya. Pernah juga aku jalan-jalan ke jogja bersama temen-temanku, Kami berhenti ditempat yang sama, di lampu merah. Dan tiba-tiba datang seorang bencong (tepatnya cowok yang memakai pakaian cewek) mereka memelas-melas mobil dan bernyanyi dengan sebuah radio ditangannya dan berjoged layaknya wanita. Teman-temanku jijik melihatnya, tetapi aku punya pandangan lain ketika melihatnya. Aku prihatin melihat mereka, mereka mau mempermalukan dirinya demi uang, menjual harga dirinya demi uang untuk makan, uang untuk tidur, dll.

     Aku pernah curhat dengan temanku perihal hal ini, dan ia berkata, " Hidup memang keras Wis, sekarang yang punya duitlah yang berkuasa didunia ini, bukan lagi orang yang baik, orang yang bijak atau orang yang suci sekalipun.. ",


www.digaleri.com

    Aku ingat sekali perkataan itu, " Hidup itu keras ", " Sekarang yang punya duitlah yang berkuasa didunia ini". Aku setuju dengan pendapat temanku. Uanglah yang berkuasa sekarang, bukanlah manusia!, bahkan manusia rela menjual segala-galanya dalam kepribadian mereka demi uang.. Aku merasa heran sekarang ketika memikirkannya. Aku pernah membaca sebuah buku sejarah, tepatnya buku tentang kerajaan zaman dahulu, dimana aku pernah membaca dan intinya kira-kira begini, " Zaman dahulu tidak ada namanya uang, masih ada barter-barteran, tidak ada kemiskinan atau keserakahan. Walaupun terkadang ada keserakahan tetapi itupun dari kalangan pemerintah. Sedangkan kami disini sebagai rakyat hidup sederhana dan welas-asih. Saling bantu-membantu. Jika ada yang kesusahan kami rela memberikannya harta, dan suasanapun kembali makmur. Semiskin-miskinnya orang mereka rela tidak makan, asal harga dirinya tetap terjaga. Kami rela mati demi kehormatan kami, walaupun kami dilanda kemiskinan, kelaparan, bahkan kematian sekalipun. Bagi kami rasa kekeluargaan dan kehormatan adalah yang terutama ".

     Jaman dahulu orang lebih mengutamakan moral daripada harta atau uang. Sedangkan sekarang orang lebih mengutamakan uang dahulu baru kemudian moral. Inilah kemerosotan moral yang kulihat dizaman sekarang. Orang semakin gila uang, mereka bahkan melakukan kecurangan untuk mencapainya seperti korupsi, dll. Orang bekerja dijaman sekarang-pun demi uang, bukannya demi tuhan atau negara. Lahan tempat kita tinggal dikenai pajak, dan kalau kita tidak mempunyai uang kita akan meninggal.

     Ada disatu pihak, dimana pihak itu terpaksa memendam idealismenya dan mencari uang dahulu, baru kemudian setelah memiliki uang kemudian memperjuangkan apa yang menjadi idealismenya. Disatu pihak, ada orang yang memperjuangkan idealismenya dari awal dan akhirnya tersiksa karena terlalu keras pada hidup.





    Sekarang adalah zaman kebebasan, kata orang. Sedangkan hutan semakin rusak, manusia semakin sempit pemikirannya, dan moral semakin hilang keberadaannya. Sedangkan seakan-akan orang tidak peduli dengan hal ini. Mereka hanya berdiam diri saja, sedangkan yang lain dengan serius membicarakan hal ini tetapi kemudian ditertawakan oleh orang lain. Banyak orang yang serius berbicara, tetapi kemudian dibalikan dengan situasi yang lucu. Ada orang yang tetap bertahan dengan idealismenya, ada juga yang tidak. Terkadang sebagai orang idealisme seperti aku ini, harus menarik napas dalam-dalam terus menerus, harus tetap bersabar dan tetap teguh. Aku harus tetap bertahan dengan keputusanku, walaupun terkadang sendirian. Tetapi biarlah, aku mempunyai sebuah kata yang selalu menjadi penopang hidup tertinggiku, " Semua orang hidup, tetapi tidak semua orang benar-benar hidup seperti yang ia inginkan. ". Dan berbahagialah orang yang mengikuti suara hatinya dan berbahagia. Hidup hanya sekali, tetapi kalau kamu menikmatinya, satu saja cukup..

Sabtu, 30 Mei 2015

Baliku

   Bali adalah tempat terindah didunia, terkenal dengan budayanya yang sudah terdengar sampai seluruh plosok dunia. Banyak yang mengatakan bahwa Bali adalah pulau tempat dewa bersinggah datang, banyak yang mengatakan bahwa Bali adalah surga dunia. Tetapi seperti layaknya roda yang terus berputar, terkadang kita berada diatas terkadang kita bisa berada dibawah. Terkadang Bali bisa menjadi sangat indah, terkadang Bali bisa berubah menjadi sangat rusak.

www.lovethesepics.com

   Pernah disuatu hari, dikala aku jalan-jalan bersama seorang Bule disaat aku ke Jogjakarta, aku bertanya, " Kamu tau, kalau Bali itu berada di Indonesia? ", Dia jawab " Awalnya saya tidak tau, saya kira malahan Indonesia itu bagian dari Bali, hahaah ". Dari sana aku tersenyum saja, karena aku bangga dengan tempat tinggalku, Bali yang terkenal dan dikagumi wisatawan luar negeri, bahkan Bulepun lebih mengenal Bali daripada Indonesia itu sendiri. Akupun menarik kesimpulan bahwa tempat tinggalku sangatlah Indah.
  Cerita belum selesai, setelah sekian lama berdiskusi, Bule ini berencana Ke Bali, tetapi ia merasa resah dengan kondisi Bali sekarang yang serba macet dan sudah tidak nyaman lagi. Bule itu berdiskusi dengan teman seperjalananku, diskusinya cukup berat, sedangkan aku cuma menyimak saja. Kira-kira seperti ini:
   " Saya mau ke Bali kira-kira minggu depan, tetapi saya masih ragu-ragu dikarenakan saya bingung ke Bali, saya dengar-dengar Bali sekarang sudah berisikan Hotel-hotel yang berdiri banyak, dan suasananya sudah tidak asli lagi ", Kata Bule yang ingin ke Bali
    " Ya, kira-kira seperti itu, Bali yang sekarang sudah mulai gak enak, udah mulai macet, tetapi masih ada bagian dari Bali yang nyaman kok ", kata teman seperjalananku.
    Dan situasi semakin panas, temanku banyak berdiskusi dengan si Bule, tentang Bali yang sekarang, dari perbedaan yang dulu dengan sekarang. Dan berlanjut..
    " Ah, saya tidak mau lagi ke Bali sepertinnya, saya ingat dulu tahun 2004, pertama kali saya disana sudah ada hotel, tetapi itu masih sedikit, itupun sudah sumpek sekali, apalagi ditambah kenyataan sekarang. Bisa-bisa saya sesak napas di Bali ", Lanjut Sang Bule
     Pembicaraanpun berlanjut, tetapi yang kudengar hanyalah keluhan Si Bule, ia merasa resah dengan keadaan Bali yang sekarang. Akupun hanya menyimak saja, karena topiknya terlalu berat untuk ku balas. Tetapi sekarang aku baru mengerti maksud pembicaraanya, sebenarnya sih Bali yang kurasakan memang sudah dari dulu kurasa berbeda dari yang dulu, sekarang Bali semakin panas dan macet. Banyak pendatang yang silih berganti ke Bali untuk mencari pekerjaan. Bukannya melestarikan Budaya Bali, mereka malah merusak Bali dengan sikap mereka.
    Bali yang sekarang semakin panas, macet, semakin mengikuti budaya barat, semakin lupa dengan budayanya, Bali semakin ribut dan mulai kehilangan ciri khasnya. Bali bukan lagi pulau yang istimewah, bali hanyalah pulau istimewah yang menghilang dari peradaban manusia..